Perpecahan Organisasi Kepala Desa Hambat Pembangunan di Mojokerto ~ Detak Inspiratif | Berita dan informasi terkini Indonesia
RUNNING STORY :
Loading...

Perpecahan Organisasi Kepala Desa Hambat Pembangunan di Mojokerto

-

Baca Juga

HALAL BIHALAL PKD, JUM'AT 25 APRIL 2025


MOJOKERTO, Jawa Timur - Kabupaten Mojokerto tengah menghadapi tantangan serius dalam pembangunan desa.  Perpecahan antara dua organisasi kepala desa, Paguyuban Kepala Desa (PKD) dan Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI),  mengancam laju pembangunan yang seharusnya berdampak pada kesejahteraan masyarakat.  Persaingan yang kental  diperparah oleh  efek  pasca Pilkada Serentak 2024,  menciptakan  suasana  tidak  kondusif  bagi  kerjasama  yang  penting  untuk  mewujudkan  program-program  pembangunan.

PKD, yang secara terbuka  mendukung Pemerintah Daerah Kabupaten Mojokerto,  tampak  lebih  dominan.  Dukungan  nyata  Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang Avianto,  yang diungkapkan KH. Asep Saifuddin Chalim (pelindung PKD)  pada acara Halal Bihalal PKD di  Rumah Makan Den Bei, Jumat (25/4/2025),  menunjukkan  kekuatan  politik  PKD.  Kehadiran Bupati Mojokerto, Muhammad Al Barra, dan Wakil Bupati Muhammad Rizal Octavian  dalam  acara tersebut  semakin  mempertegas  dominasi  PKD.  Ajakan KH. Asep  kepada  kepala  desa  di  PKDI  untuk  bergabung  dengan  PKD  menunjukkan  upaya  untuk  menyatukan  para kepala desa di bawah satu  payung.

Berbeda dengan PKD, PKDI  menunjukkan sikap yang lebih kritis terhadap Pemerintah Daerah.  Audensi mereka  terkait dana  BK Desa yang dilakukan dengan  cara  yang dianggap intimidatif  menunjukkan  ketegangan  dan  ketidakharmonisan  yang  mengancam  stabilitas  pembangunan  di  tingkat  desa.

Ketua PKD Kabupaten Mojokerto, Miftahudin, menekankan komitmen organisasi untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata. Namun,  pernyataannya yang mengingatkan akan tindakan yang menghambat pembangunan  untuk kepentingan pribadi  bisa diartikan sebagai  sindiran terselubung  terhadap PKDI,  dan  justru  memperkeruh  situasi.

Bupati Mojokerto, Muhammad Al Barra,  mengajak  semua pihak untuk mengedepankan klarifikasi dan menghindari penilaian negatif.  Beliau menggunakan analogi Perjanjian Hudaibiyah sebagai  teladan dalam  mencari  solusi  dengan bijak.  Namun,  seruan untuk pembangunan tanpa sekat  masih  terhalang  oleh  realitas  politik  yang  memecah belah.

Perpecahan ini bukan hanya soal perebutan pengaruh, namun ancaman serius bagi  pembangunan desa.  Ego sektoral dan persaingan politik  telah  menghalangi  terwujudnya  program-program  yang  berdampak  positif  bagi  masyarakat.  Rekonsiliasi,  komitmen bersama untuk mengutamakan  kepentingan  rakyat,  dan  fasilitasi  dari  pemerintah  daerah  sangat  dibutuhkan  untuk  mengatasi  permasalahan  ini.  Keberhasilan pembangunan di Kabupaten Mojokerto  bergantung  pada  kesediaan  semua  pihak  untuk  menyingkirkan  ego  sektoral  dan  mengutamakan  kepentingan  rakyat,  sebelum  terlalu  lambat.



Writer Damar 
Editor AGan 






Mungkin Juga Menarik × +
VIDEOS
PERISTIWA
Hukum Kriminal
Olahraga

 
Atas
Night Mode