Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Mojokerto Transparansi dan Akuntabilitas yang Terancam
-Baca Juga
Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Mojokerto pada 10 Maret 2025 menyoroti sebuah permasalahan yang lebih besar daripada sekadar pembahasan Raperda dan LKPJ Bupati. Keengganan delapan dari sembilan fraksi DPRD untuk membacakan pandangan umum mereka di hadapan publik merupakan indikasi serius atas kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan daerah. Meskipun Fraksi PKS lantang menyuarakan kritik terhadap LKPJ Bupati 2024, keheningan dari fraksi-fraksi lain menimbulkan pertanyaan besar mengenai representasi rakyat dan proses pengambilan keputusan di Mojokerto.
Ketidakhadiran pandangan umum dari mayoritas fraksi DPRD bukanlah sekadar kelalaian administratif. Hal ini mencerminkan adanya celah dalam mekanisme pengawasan dan partisipasi publik dalam proses pemerintahan. Alasan yang disampaikan, seperti larangan dari ketua fraksi tanpa penjelasan yang gamblang atau penyerahan kepada pimpinan sidang tanpa alasan jelas, justru semakin mengaburkan proses pengambilan keputusan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. Sikap pasif ini mengkhawatirkan, karena dapat mengindikasikan adanya kepentingan di luar kepentingan rakyat yang mendominasi proses pengambilan keputusan.
Juru Bicara FPKS Bapak Arif Afifuddin,S.E. M.M
Kritik yang disampaikan Fraksi PKS terhadap LKPJ Bupati 2024, meskipun tajam, tetaplah penting sebagai sebuah upaya untuk memastikan akuntabilitas pemerintah daerah. Ketidaklengkapan data dalam LKPJ, terutama terkait angka kemiskinan, menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah dalam memberikan informasi yang transparan kepada masyarakat. Perbedaan data tingkat pengangguran terbuka (TPT) antara LKPJ dan BPS Mojokerto juga mempertanyakan kredibilitas data yang digunakan dalam pengambilan kebijakan. Meskipun pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan penurunan angka kemiskinan yang signifikan, menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi yang masih menjadi masalah serius.
Apresiasi terhadap realisasi pendapatan yang melampaui target perlu diimbangi dengan analisis yang lebih kritis terhadap efisiensi anggaran. Surplus anggaran sebesar Rp 109 miliar perlu dikaji untuk memastikan bahwa efisiensi tersebut tidak dicapai dengan mengorbankan pelayanan dasar masyarakat. Pemerintah daerah perlu menunjukkan komitmen yang nyata dalam mengalokasikan anggaran secara bijak dan transparan.
Sidang paripurna tersebut bukan hanya sekadar forum formal untuk membahas Raperda dan LKPJ. Lebih dari itu, sidang ini mengungkap permasalahan mendasar mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan Kabupaten Mojokerto. Keengganan mayoritas fraksi DPRD untuk menyampaikan pandangan umum mereka secara terbuka menunjukkan adanya hambatan serius dalam partisipasi publik dan pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah. Ke depan, diperlukan upaya yang lebih serius untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, baik dari pemerintah daerah maupun lembaga legislatif, agar kepercayaan publik dapat dipulihkan dan pembangunan yang berkelanjutan dapat terwujud. Peran media dan masyarakat sipil dalam mengawasi proses pemerintahan sangatlah krusial dalam konteks ini.
Writer Dion
Editorial Djose