Upacara Peringatan Hari Ibu dan Bela Negara di Mojokerto: Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas
-Baca Juga
Mojokerto, Jawa Timur - Suasana khidmat menyelimuti halaman Kantor Pemkab Mojokerto pada peringatan Hari Ibu ke-96 dan Hari Bela Negara ke-76. Upacara yang digelar dengan tema "Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045" untuk Hari Ibu dan "Gelorakan Bela Negara untuk Indonesia Maju" untuk Hari Bela Negara, menjadi momen istimewa untuk menghormati peran perempuan dalam pembangunan bangsa.
Tahun ini, upacara tersebut menjadi simbol nyata penghormatan terhadap perjuangan dan kiprah perempuan Indonesia. Susunan petugas upacara didominasi oleh perempuan, mulai dari Inspektur Upacara, Komandan Upacara, Perwira Upacara, hingga barisan peserta. Hanya pembaca doa yang dipegang oleh kaum laki-laki. Dominasi perempuan dalam susunan upacara ini menjadi bukti nyata bahwa perempuan memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
Melalui tema Hari Ibu, "Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya Menuju Indonesia Emas 2045", upacara ini menjadi momentum untuk mengingatkan kembali peran perempuan dalam membangun bangsa. Perempuan Indonesia, dengan segala kekuatan dan potensinya, diharapkan dapat terus berkontribusi aktif dalam memajukan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Sementara itu, tema Hari Bela Negara, "Gelorakan Bela Negara untuk Indonesia Maju", menguatkan semangat patriotisme dan nasionalisme. Upacara ini menjadi ajakan bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya perempuan, untuk terus berpartisipasi aktif dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan negara.
Upacara peringatan Hari Ibu dan Bela Negara di Mojokerto ini menjadi bukti nyata bahwa perempuan Indonesia telah menorehkan prestasi dan kontribusi yang luar biasa bagi bangsa. Peringatan ini juga menjadi momentum untuk menguatkan tekad dan semangat perempuan Indonesia dalam menggapai cita-cita luhur bangsa.
Sejarah Hari Ibu di Indonesia berakar pada Kongres Perempuan Indonesia I yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928. Kongres ini menjadi tonggak penting dalam pergerakan perempuan Indonesia, di mana mereka menyatakan bahwa gerakan wanita adalah bagian dari pergerakan nasional, dan perempuan wajib ikut serta memperjuangkan martabat nusa dan bangsa.
Tanggal 22 Desember dipilih karena bertepatan dengan hari berdirinya Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI), sebuah federasi perkumpulan wanita yang dibentuk pada tahun 1928. Kongres ini membahas berbagai isu penting terkait perempuan, seperti pendidikan, kesehatan, dan hak-hak perempuan.
Pada tahun 1959, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959. Penetapan ini bertujuan untuk menghormati kontribusi perempuan dalam segala bidang, baik dalam perjuangan kemerdekaan maupun pembangunan bangsa.
Hari Ibu di Indonesia berbeda dari Hari Ibu Internasional yang diperingati setiap hari Minggu pekan kedua di bulan Mei. Hari Ibu di Indonesia lebih berfokus pada perjuangan dan peran perempuan dalam membangun bangsa, sementara Hari Ibu Internasional lebih merayakan peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat.
Peringatan Hari Ibu di Indonesia menjadi momentum untuk mengenang perjuangan para perempuan dalam merebut kemerdekaan dan membangun bangsa. Peringatan ini juga menjadi ajakan untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender dan meningkatkan kualitas hidup perempuan Indonesia.
Hari Bela Negara di Indonesia diperingati setiap tanggal 19 Desember. Peringatan ini berakar pada peristiwa penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yaitu Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948.
Saat itu, Belanda melancarkan serangan terhadap Yogyakarta, yang kala itu menjadi ibu kota Republik Indonesia sementara. Para pemimpin seperti Soekarno, Hatta, dan Syahrir diasingkan ke luar Jawa.
Menanggapi situasi genting tersebut, Sjafruddin Prawiranegara, mendeklarasikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat pada 19 Desember 1948.
Deklarasi PDRI ini menjadi simbol perlawanan rakyat Indonesia terhadap agresi militer Belanda. Peristiwa ini menunjukkan semangat juang dan patriotisme rakyat Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan negara.
Peringatan Hari Bela Negara menjadi momentum untuk mengenang perjuangan para pahlawan yang rela berkorban demi mempertahankan kemerdekaan bangsa. Peringatan ini juga menjadi ajakan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan kesadaran bela negara dalam menghadapi berbagai tantangan di era modern.
Peristiwa 19 Desember 1948, yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II, memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap semangat nasionalisme rakyat Indonesia. Serangan mendadak Belanda yang berhasil menguasai Yogyakarta dan menahan para pemimpin nasional, seperti Soekarno, Hatta, dan Syahrir, membangkitkan amarah dan perlawanan rakyat.
Deklarasi Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat oleh Sjafruddin Prawiranegara pada tanggal yang sama menjadi titik balik dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Deklarasi ini menunjukkan bahwa semangat juang rakyat Indonesia tidak padam, bahkan semakin berkobar untuk melawan penjajah.
Agresi Militer Belanda II memperkuat tekad rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Peristiwa ini menjadi bukti nyata bahwa perjuangan kemerdekaan tidak mudah dan memerlukan pengorbanan besar. Rakyat Indonesia dari berbagai lapisan, bersatu padu untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih dengan susah payah.
Peristiwa 19 Desember 1948 juga menunjukkan bahwa semangat nasionalisme rakyat Indonesia tidak hanya terwujud dalam bentuk perlawanan fisik, tetapi juga dalam bentuk solidaritas dan persatuan. Rakyat Indonesia bersatu melawan penjajah, tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang sosial.
Peristiwa ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya kesadaran bela negara. Agresi Militer Belanda II menunjukkan bahwa kedaulatan negara harus dipertahankan dengan segala cara. Semangat bela negara menjadi penting untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan negara dari ancaman baik dari dalam maupun luar negeri.
Secara keseluruhan, Peristiwa 19 Desember 1948 merupakan momen penting yang menguatkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia. Peristiwa ini menjadi tonggak sejarah yang menunjukkan bahwa rakyat Indonesia memiliki tekad yang kuat untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan. Semangat nasionalisme yang terlahir dari peristiwa ini terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan negara.
Media massa pada masa Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948) memainkan peran krusial dalam menyebarkan informasi dan membangkitkan semangat juang rakyat Indonesia. Meskipun menghadapi kendala akibat blokade dan kontrol ketat Belanda, media massa seperti surat kabar, radio, dan pamflet berhasil menembus batas-batas sensor dan menyampaikan pesan-pesan penting kepada rakyat.
Menyebarkan Informasi tentang Agresi Belanda: Media massa menjadi sumber informasi utama bagi rakyat tentang agresi militer Belanda. Surat kabar seperti "Rakjat" dan "Merdeka" serta radio Republik Indonesia (RRI) secara aktif memberitakan perkembangan situasi, termasuk serangan Belanda ke Yogyakarta dan penangkapan para pemimpin nasional.
Informasi yang disiarkan mengungkapkan kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Belanda, membangkitkan kemarahan dan rasa nasionalisme di kalangan rakyat.
Menyebarkan Deklarasi PDRI: Media massa berperan penting dalam menyebarkan Deklarasi Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang diumumkan oleh Sjafruddin Prawiranegara di Sumatera Barat pada 19 Desember 1948.
Deklarasi ini menjadi bukti bahwa Republik Indonesia tetap eksis meskipun menghadapi agresi Belanda. Media massa menyerukan rakyat untuk tetap berjuang dan menentang penjajah.
Membangun Semangat Juang: Media massa menayangkan berita dan artikel yang menguatkan semangat juang rakyat. Mereka menampilkan kisah-kisah heroik para pejuang, menyerukan persatuan dan kesatuan bangsa, dan mengingatkan rakyat akan pentingnya menjaga kemerdekaan.
Media massa juga menyerukan kepada rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam perlawanan terhadap penjajah, baik dengan bergabung dalam perjuangan fisik maupun dengan mendukung perjuangan secara moral.
Menjaga Moral dan Semangat Rakyat: Media massa berperan penting dalam menjaga moral dan semangat rakyat. Mereka menayangkan berita dan artikel yang menunjukkan bahwa perjuangan masih berlanjut dan bahwa kemenangan akan diraih.
Media massa juga menampilkan kisah-kisah inspiratif tentang keberanian dan keuletan rakyat Indonesia dalam menentang penjajah.
Menggalang Dukungan Internasional: Media massa juga berperan dalam mengalang dukungan internasional. Mereka menayangkan berita dan artikel tentang agresi militer Belanda dan menyerukan kepada dunia internasional untuk menghukum kekejaman Belanda.
Meskipun menghadapi kendala, media massa pada masa Agresi Militer Belanda II berhasil menjalankan peran penting dalam menyebarkan informasi, membangkitkan semangat juang, dan menjaga moral rakyat Indonesia. Peran mereka menjadi salah satu faktor penting dalam kemenangan perjuangan kemerdekaan.
Peristiwa 19 Desember 1948 menjadi momen penting bagi media massa di Indonesia. Meskipun menghadapi kendala akibat blokade dan kontrol ketat Belanda, beberapa tokoh jurnalis dan media berhasil menyebarkan informasi dan membangun semangat juang rakyat.
Surat Kabar "Rakjat" dan "Merdeka": Kedua surat kabar ini menjadi sumber informasi utama bagi rakyat tentang agresi militer Belanda. Mereka secara aktif memberitakan perkembangan situasi, termasuk serangan Belanda ke Yogyakarta dan penangkapan para pemimpin nasional.
"Rakjat" di bawah kepemimpinan Soetomo dan "Merdeka" di bawah kepemimpinan Chairul Saleh berani menentang censorship Belanda dan mengungkap kekejaman serta pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Belanda.
Radio Republik Indonesia (RRI): RRI berperan penting dalam menyebarkan informasi tentang agresi Belanda dan Deklarasi PDRI.
RRI juga menayangkan siaran yang menguatkan semangat juang rakyat, menampilkan kisah-kisah heroik para pejuang, dan menyerukan persatuan dan kesatuan bangsa.
Tokoh Jurnalis seperti Soetomo, Chairul Saleh, dan Mochtar Lubis:
Soetomo, selain menjadi pemimpin redaksi "Rakjat", juga berperan aktif dalam mengalang dukungan internasional untuk Indonesia.
Chairul Saleh, pemimpin redaksi "Merdeka", juga terkenal dengan tulisan-tulisannya yang menguatkan semangat juang rakyat.
Mochtar Lubis, seorang jurnalis dan penulis terkenal, juga berperan penting dalam menyebarkan informasi tentang agresi Belanda dan membangkitkan semangat nasionalisme rakyat.
Pamflet dan Media Cetak Lainnya: Pamflet dan media cetak lainnya juga berperan penting dalam menyebarkan informasi dan menguatkan semangat juang rakyat. Mereka sering dicetak secara sembunyi dan disebarluaskan melalui jaringan rakyat.
Tokoh jurnalis dan media massa pada masa Agresi Militer Belanda II berperan penting dalam menjaga moral dan semangat rakyat Indonesia. Mereka berani menentang sensorship Belanda dan menyerukan rakyat untuk tetap berjuang demi kemerdekaan. Peran mereka menjadi salah satu faktor penting dalam kemenangan perjuangan kemerdekaan.
Penulis DION
Editor DJOSE