Tragedi Kenjeran Surabaya 1 Orang Meninggal Dunia 6 Orang Lainnya Luka Luka Berat
-Baca Juga
TSK Tabrak Lari di Kenjeran Surabaya
Hujan rintik-rintik, seperti air mata langit yang berkabung, membasahi jalanan Surabaya di sore itu, Selasa, 24 Desember 2024. Aroma khas Natal, biasanya manis dan menenangkan, kini bercampur dengan bau anyir aspal basah dan logam yang tertekuk. Di Jalan Kenjeran, suasana damai Natal sirna seketika, digantikan oleh teriakan panik dan suara benturan keras yang menggelegar, seperti tabuhan genderang kematian. Sebuah mobil Mercy hitam, seperti predator gelap yang menerjang, menabrak sejumlah kendaraan dengan kecepatan tinggi yang tak terkendali. Kaca mobil pecah berhamburan, berserakan seperti kepingan kristal yang hancur, sementara logam berdecit mengerikan, menciptakan simfoni kematian yang mengerikan. Aroma menyengat bensin memenuhi udara, mencampur bau manis Natal menjadi sesuatu yang pahit dan tak terlupakan.
Di tengah kekacauan yang mengerikan itu, seorang wanita tua, Prasetyaningsih, tergeletak tak berdaya di aspal yang dingin dan basah. Tukang sapu yang rajin itu, yang setiap hari dengan tangannya yang kasar menyapu bersih jalanan Surabaya, kini terbaring tak berdaya, korban dari kelalaian seorang pengemudi mabuk. Sepedanya yang sederhana, sahabat sejatinya dalam mencari nafkah, hancur tak berbentuk, terlempar beberapa meter dari titik benturan, seperti mainan anak-anak yang dibuang tanpa ampun. Enam korban lainnya merintih kesakitan, beberapa dengan luka yang menganga, menunjukkan betapa dahsyatnya benturan yang terjadi. Satu mobil, seperti mainan yang dibuang ke bak mandi, tercebur ke sungai, menambah keparahan insiden yang sudah mengerikan itu.
Septian Uki Wijaya (38), pengemudi Mercy hitam yang menjadi biang keladi tragedi ini, terhuyung-huyung keluar dari mobilnya yang ringsek, bau alkohol menyengat dari tubuhnya yang bergetar. Matanya merah, seperti bara api yang menyala-nyala, dan ucapannya yang tidak jelas semakin menguatkan kecurigaan polisi. Meskipun tes narkoba menunjukkan hasil negatif, tingginya kadar alkohol dalam darahnya menjadi bukti tak terbantahkan atas kelalaiannya yang fatal. Ia telah mengemudikan mobilnya dalam keadaan mabuk, tanpa memperdulikan keselamatan orang lain, seperti setan yang berkeliaran di jalan raya.
Di kantor Satlantas Polrestabes Surabaya, AKBP Arif Fazlurrahman, Kasat Lantas, mengumumkan penetapan Septian sebagai tersangka dengan wajah yang serius, suaranya bergetar menahan amarah. "Kami telah melakukan penangkapan dan pemeriksaan maraton," ujarnya, suaranya berat, "dan hari ini, Selasa, 24 Desember 2024, tersangka SUW (38 tahun) resmi ditetapkan sebagai pelaku kecelakaan lalu lintas."
Prasetyaningsih, wanita tua yang meninggal dunia, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan masyarakat Surabaya. Kematiannya yang tragis menjadi pengingat pahit tentang betapa berbahayanya mengemudi dalam keadaan mabuk. Septian, dengan tindakannya yang sembrono dan biadab, telah merenggut nyawa seorang ibu, menghancurkan beberapa keluarga, dan meninggalkan bekas luka yang dalam di hati banyak orang. Pasal 312 juncto 321, diperberat dengan pasal-pasal lainnya dalam UU Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009, mengancamnya dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. Namun, hukuman itu tak akan pernah mampu mengembalikan nyawa Prasetyaningsih, atau menghapus luka yang telah ditimbulkannya. Hujan di luar masih turun, membasuh jalanan, tetapi tidak mampu menghapus noda tragedi di Jalan Kenjeran; noda yang disebabkan oleh satu orang, satu pilihan yang salah, dan satu malam yang berubah menjadi mimpi buruk.
Penulis Dion
Editor Djose