SENIN 9 DESEMBER 2024: Kepala Desa Randuharjo Akan Jalani Hukuman Penjara Atas Pelanggaran Netralitas Pemilu
-Baca Juga
Edo Yudha Astira, kepala desa Randuharjo berusia 35 tahun, akan segera menjalani hukuman penjara selama satu bulan karena melanggar hukum netralitas pemilu selama Pilkada Serentak 2024. Baik terdakwa maupun Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Mojokerto sepakat untuk tidak mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Mojokerto.
Kecepatan proses hukum ini patut dicatat. Gakkumdu menyelesaikan pembahasan banding dalam waktu kurang dari 24 jam setelah putusan dibacakan pada Rabu, 4 Desember 2024, oleh Ketua Majelis Hakim Fransiskus Wilfrirdus. Dody Faizal, Ketua Bawaslu Kabupaten Mojokerto, menekankan keadilan dalam putusan ini, menyatakan bahwa hukuman satu bulan penjara, meskipun lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut dua bulan penjara dan denda Rp. 5 juta, adalah hukuman yang pantas. Dia membandingkannya dengan kasus serupa di daerah lain yang seringkali hanya mendapat hukuman percobaan. "Di daerah lain, kasus serupa biasanya hanya mendapat hukuman percobaan, tetapi di Mojokerto, pelanggar benar-benar dipenjara," kata Dody pada Minggu, 8 Desember 2024.
Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto berencana untuk mengeksekusi putusan tersebut pada Senin, 9 Desember 2024. Sebelum memasuki Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Mojokerto, Edo akan menjalani pemeriksaan di Kejari. "Kami akan melaksanakan eksekusi pada Senin 9 Desember 2024. Sebelum masuk lapas, terdakwa akan kami bawa ke Kejari untuk pemeriksaan," jelas Dody.
Pengadilan Negeri Mojokerto (PN Mojokerto) menyatakan Edo Yudha Arista bersalah karena melanggar aturan netralitas dalam Pilkada Kabupaten Mojokerto 2024. Ia dijatuhi hukuman penjara selama satu bulan dan denda Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah), dengan ketentuan jika denda tidak dibayar, akan diganti dengan hukuman penjara tambahan selama satu bulan. Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Fransiskus Wilfrirdus pada Rabu, 4 Desember 2024, pukul 16.00 WIB.
Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, juncto Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindakan terdakwa, yang dianggap menguntungkan pasangan calon kepala daerah tertentu, dinilai merugikan asas netralitas yang seharusnya dipegang teguh oleh seorang kepala desa.
Putusan pengadilan menyatakan, "Oleh karena itu, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama satu bulan dan denda sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan."
Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa faktor yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis. Tindakan terdakwa dianggap telah merusak kepercayaan publik dan memberikan contoh buruk bagi pejabat pemerintah lainnya (faktor yang memberatkan). Namun, sikap terdakwa yang tertib dan sopan selama persidangan, serta rekam jejaknya yang bersih dari catatan kriminal, menjadi faktor yang meringankan hukuman.
Seluruh barang bukti yang disita selama proses penyidikan, termasuk telepon seluler, flashdisk, dan dokumen terkait, telah diperintahkan untuk dikembalikan kepada pemiliknya yang sah.
Baik terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) awalnya menyatakan akan "memikirkan" putusan tersebut. Mereka diberi waktu untuk mempertimbangkan apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding.
Hukuman ini lebih rendah dari tuntutan JPU dari Kejaksaan Negeri Mojokerto (Kejari Mojokerto), Ari Budiarti, yang pada tanggal 2 Desember 2024 menuntut pidana penjara selama dua bulan dan denda sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah), dengan hukuman tambahan satu bulan penjara.
Penulis Dion
Editor Djose