Perjalanan Membara Suwardi Setiawan Arsitek dan Legenda Terracotta
-Baca Juga
Yang Gaojian dan Suwardi Setiawan
Mentari pagi menyinari wajah Suwardi Setiawan akrab disapa Gus Suwardi, arsitek dari PT Adhi Karya, saat ia melangkahkan kaki di tanah Tiongkok. Bukan proyek gedung pencakar langit yang membawanya ke Negeri Tirai Bambu kali ini, melainkan pencarian yang jauh lebih pribadi: sebuah kitab suci dan ilmu suci yang konon tersimpan di suatu tempat tersembunyi. Perjalanannya terasa membara, dipenuhi semangat dan misteri.
Hari-hari berlalu di antara hiruk pikuk kota-kota besar dan kedamaian desa-desa terpencil. Gus Suwardi menelusuri jejak-jejak sejarah, menanyakan kabar pada para sesepuh, dan mempelajari setiap petunjuk yang ia temukan. Ia bagaikan detektif ulung yang menguak teka-teki masa lalu.
Puncak perjalanannya tiba ketika ia dipertemukan dengan Yang Gaojian, salah satu anggota keluarga Yang yang secara tak terduga menemukan situs Terracotta Army pada tahun 1974. Pertemuan itu bagaikan takdir. Pandangan Gus Suwardi bertemu dengan mata Yang Gaojian, seorang lelaki tua yang menyimpan cerita panjang tentang penemuan yang mengguncang dunia. Kisah tentang penggalian sumur, tentang patung-patung prajurit yang terkubur selama lebih dari dua ribu tahun, terungkap satu per satu.
Yang Gaojian menyambut Gus Suwardi dengan hangat. Ia menceritakan bagaimana rasa takjub dan haru bercampur aduk saat sekopnya menyentuh tanah liat yang kemudian terungkap sebagai bagian dari sebuah keajaiban sejarah. Ia berbagi cerita tentang Kaisar Qin Shi Huang, tentang ambisi dan kekuasaan, tentang kehidupan dan kematian.
Sebagai kenang-kenangan, Yang Gaojian memberikan Gus Suwardi sebuah buku yang ditulisnya sendiri, lengkap dengan tanda tangan dan stempel pribadi. Buku itu bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah warisan, sebuah pesan dari masa lalu yang menggugah jiwa. Di dalamnya, Gus Suwardi menemukan petunjuk-petunjuk yang selama ini ia cari, sebuah kode tersembunyi yang mengarah pada lokasi kitab suci dan ilmu suci yang selama ini menjadi tujuan perjalanannya.
Perjalanan Gus Suwardi belum berakhir. Buku pemberian Yang Gaojian menjadi kompas baru dalam petualangannya. Ia melanjutkan penjelajahannya, dengan hati yang lebih teguh dan semangat yang semakin membara. Kisah arsitek yang mencari kitab suci dan ilmu suci di tengah keajaiban Terracotta Army ini, menjadi legenda tersendiri yang akan terus dikenang. Ia membuktikan bahwa perjalanan terberat seringkali menghasilkan penemuan terindah dan paling bermakna.
Pertemuan Gus Suwardi dengan Yang Gaojian berlangsung di sebuah kafe kecil yang terletak tidak jauh dari situs Terracotta Army. Kafe tersebut dipenuhi dengan nuansa tradisional Tiongkok, dihiasi dengan lukisan-lukisan klasik dan furnitur kayu yang memberikan suasana hangat.
Ketika Gus Suwardi memasuki kafe, ia merasa berdebar. Ia tahu bahwa hari ini ia akan bertemu dengan seseorang yang memiliki hubungan langsung dengan sejarah yang telah mengubah wajah pengetahuan tentang Tiongkok kuno. Yang Gaojian sudah menunggu di sebuah sudut, dikelilingi oleh beberapa buku dan peta tua. Wajahnya yang keriput memancarkan kebijaksanaan, dan senyum ramahnya membuat Gus Suwardi merasa disambut dengan hangat.
Setelah memperkenalkan diri, Gus Suwardi langsung mengekspresikan rasa kagumnya terhadap penemuan Terracotta Army yang dilakukan keluarga Yang. Yang Gaojian tersenyum, lalu memulai kisahnya. Ia menceritakan momen menegangkan ketika ia dan keluarganya, saat menggali sumur, menemukan patung-patung yang terpendam dalam tanah. Ia menjelaskan bagaimana kegembiraan mereka berubah menjadi rasa takut dan kekaguman ketika melihat ribuan patung prajurit yang tampaknya siap berperang, dengan wajah-wajah yang detail dan ekspresi yang sangat hidup.
Selama percakapan, Yang Gaojian juga membagikan pandangannya tentang Kaisar Qin Shi Huang, sosok yang penuh ambisi dan kontroversial. Ia menjelaskan bahwa kaisar tersebut memerintahkan pembangunan Terracotta Army untuk melindungi dirinya di akhirat. Kisahnya diselingi dengan humor dan kesedihan, menggambarkan bagaimana penemuan itu telah mengubah hidup keluarganya dan dunia arkeologi.
Gus Suwardi mendengarkan dengan penuh perhatian, mencatat setiap detail yang dianggap penting. Ia merasa bahwa tidak hanya pengetahuan sejarah yang didapatnya, tetapi juga pelajaran kehidupan yang berharga. Setelah sesi berbagi cerita, Yang Gaojian memberikan Gus Suwardi sebuah buku yang ditulisnya, menceritakan perjalanan penemuan dan makna di balik Terracotta Army. Buku itu menjadi simbol dari warisan yang harus dijaga dan diwariskan.
Sebelum berpisah, mereka berdua berjanji untuk terus menjaga hubungan ini, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Pertemuan ini bukan hanya sekadar sebuah pertemuan antara arsitek dan penemu, tetapi juga percikan inspirasi yang membara, menyatukan dua jiwa yang memiliki tujuan dan cita-cita yang sama: mencari ilmu dan memahami makna dari sejarah yang telah membentuk peradaban.
Penulis Dion
Editor Djose