Kontroversi Penggunaan Dana Desa untuk Kegiatan di Surakarta: Antara Peningkatan Kapasitas dan Pemborosan Anggaran
-Baca Juga
Peningkatan SDM Aparatur Desa Se Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk Jawa Timur di Surakarta Jawa Tengah.
Perhelatan peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa se-Kecamatan Lengkong, Kabupaten Nganjuk, yang digelar di Surakarta, Jawa Tengah, telah memicu kontroversi. Penggunaan dana desa sebagai sumber pembiayaan kegiatan ini, yang dibenarkan oleh Kepala Desa Balongasem, Bowo Fitrianto, menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dan transparansi pengelolaan anggaran desa.
Bowo Fitrianto menjelaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan program tahunan yang diinisiasi oleh Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD) dan disetujui oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Nganjuk. Anggaran yang digunakan berasal dari Dana Desa (DD), dengan alokasi Rp 3 juta untuk setiap kepala desa dan Rp 1,5 juta untuk perangkat desa dan BPD. Total anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 319 juta untuk 197 peserta, termasuk 16 kepala desa, 14 narasumber, dan perangkat desa lainnya. Tujuan kegiatan ini, menurut Bowo, adalah untuk meningkatkan kapasitas aparatur desa dalam menjalankan visi-misi pembangunan desa, serta memberikan wawasan tentang penataan ruang perkotaan. Kepala Desa Ketandan, Saji, senada dengan pernyataan tersebut, menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai bentuk pembinaan dan evaluasi terkait APBDes. Materi yang disampaikan meliputi pengelolaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa, serta aspek hukum terkait penggunaan anggaran.
Namun, kegiatan ini menuai kritik dari Hamid Efendi, Direktur Kajian Hukum Perburuhan Indonesia (LKHPI). Ia menilai kegiatan tersebut sebagai pemborosan anggaran dan tidak efektif, mengingat Kabupaten Nganjuk memiliki banyak tempat yang dapat digunakan untuk kegiatan serupa. Hamid mempertanyakan perlunya penyelenggaraan kegiatan di luar daerah, terutama mengingat kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pengurangan kegiatan seremonial dan penghematan anggaran negara.
Kontroversi ini menyoroti dilema antara upaya peningkatan kapasitas aparatur desa dan efisiensi penggunaan dana desa. Meskipun peningkatan kapasitas merupakan hal yang penting untuk optimalisasi kinerja pemerintahan desa, pertanyaan mengenai pemilihan lokasi dan besarnya anggaran yang digunakan perlu dikaji lebih lanjut. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana desa menjadi krusial untuk memastikan bahwa anggaran tersebut benar-benar digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat desa. Ketidakhadiran respon dari Kepala DPMD Kabupaten Nganjuk semakin memperkuat kebutuhan akan penyelidikan lebih lanjut mengenai penggunaan dana desa dalam kegiatan ini.
Ke depan, perlu adanya mekanisme yang lebih ketat dalam pengawasan dan perencanaan penggunaan dana desa. Evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas kegiatan peningkatan kapasitas, termasuk pemilihan lokasi dan metode pelaksanaan, perlu dilakukan untuk memastikan agar anggaran yang dialokasikan memberikan dampak yang maksimal bagi pembangunan desa. Transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait penggunaan dana desa juga sangat penting untuk mencegah potensi penyalahgunaan anggaran dan memastikan akuntabilitas penggunaan dana publik.
Penulis Dion
Editor Djose