Ibu Rukanah Kisah Inspiratif : Kedekatan Pemimpin dan Rakyat
-Baca Juga
Udara di Kabupaten Mojokerto terasa sarat dengan kegembiraan, melampaui kelembapan menjelang musim hujan. Ada energi positif yang nyata, harapan yang terasa begitu kuat di antara masyarakat. Kemenangan Gus Barra dan Dr. Rizal dalam pilkada terasa seperti fajar bagi "wong cilik"—rakyat kecil—yang selama ini merasa terpinggirkan. Gus Barra, pemimpin muda karismatik yang dekat dengan rakyat, terpilih sebagai Bupati, berpasangan dengan Dr. Rizal, Wakil Bupati yang dikenal akan integritasnya.
Gus Barra mengundang Ibu Rukanah Penjual Jamu Tradisional Keliling yang Bernadzar Bagi Bagi Jamu gratis usai Gus Barra Terpilih sebagai Bupati Mojokerto 2025-2030.Kemenangan mereka adalah penolakan tegas terhadap oligarki yang berkuasa bergenerasi, kekuasaan yang terasa jauh dan tak peduli pada nasib rakyat. Mereka hanya mendekat saat butuh suara, lalu bersikap angkuh setelah berkuasa.
Masyarakat Mojokerto mendambakan kepemimpinan yang memahami kesulitan mereka, yang sejalan dengan aspirasi mereka. Gus Barra dan Dr. Rizal, relatif muda dan belum terkontaminasi politik kotor, menjadi simbol harapan baru. Janji mereka akan pendidikan berkualitas, layanan kesehatan terjangkau, dan peluang kerja melimpah, disambut antusias oleh masyarakat yang lelah akan janji-janji kosong.
Bupati Gus Barra dan Ning Hanna serta H. Soleh , ibu Rukanah. Photo bersama di rumah Bupati Gus Barra di Kediaman pribadi di Bendungan jati Pacet
Ibu Rukanah, penjual jamu tradisional dari Dusun Gembongan, Desa Jotangan, Mojosari, adalah salah satu yang merasakan euforia ini. Setiap hari, ia mendorong gerobaknya, menjual ramuan herbal buatannya. Kehidupannya sederhana, namun hatinya penuh harapan. Ia bersumpah: jika Gus Barra menang, jamunya akan dibagikan gratis.
Ibu Rukanah
Sore itu, mentari mulai condong ke barat, menebarkan cahaya jingga ke seluruh penjuru pasar kecil Desa Jotangan. Angin sepoi-sepoi membawa aroma rempah-rempah dari warung-warung makan dan aroma tanah basah setelah hujan rintik tadi siang. Ibu Rukanah duduk di bawah pohon beringin tua yang rindang di pinggir pasar, gerobaknya terparkir di dekatnya. Daun-daun beringin bergoyang lembut, menciptakan suara gemerisik yang menenangkan. Pak Karto, tukang kayu yang sudah tua, duduk di sampingnya, mengasah kapaknya dengan pelan. Suara gesekan baja dan batu terdengar nyaring, namun harmonis dengan suara-suara pasar yang mulai mereda. Beberapa ayam berkeliaran mencari sisa-sisa makanan, sementara anak-anak berlarian bermain petak umpet di antara kaki-kaki pedagang yang sudah mulai membereskan barang dagangannya.
"Pak Karto, sudah dengar kabar? Gus Barra menang!" seru Ibu Rukanah, suaranya bergetar, hampir tak terdengar di antara suara-suara pasar yang mulai mereda.
Pak Karto, yang sedang mengasah kapaknya, mengangguk pelan. Ia meletakkan kapaknya sejenak, tangannya masih terasa kasar karena pekerjaan kayu yang telah ia jalani selama puluhan tahun. "Alhamdulillah, Bu. Semoga ini awal yang baik untuk Mojokerto." Ia menghela napas panjang, mengingat masa-masa sulit di bawah pemerintahan lama. Matahari jingga menerpa wajahnya yang keriput, menonjolkan garis-garis perjuangan hidup yang terukir di sana.
"Saya sudah bersumpah, Pak. Kalau Gus Barra menang, jamu saya akan saya bagi-bagi gratis," kata Ibu Rukanah, matanya berkaca-kaca. Air matanya membasahi pipinya yang sedikit kusam karena terik matahari. "Semoga saja ini bisa sedikit meringankan beban warga."
Pak Karto tersenyum, sebuah senyum yang tulus dan penuh harapan. "Semoga saja, Bu. Doa kita semua sudah terkabul. Semoga Gus Barra dan Dokter Rizal bisa menjalankan amanah ini dengan baik. Anak-anak kita butuh masa depan yang lebih baik."
Ibu Rukanah mengangguk, setuju. Ia melihat seorang anak kecil berlarian, tertawa lepas, di antara cahaya jingga yang mulai memudar. Bayangan masa depan yang lebih cerah mulai tergambar di benaknya. Bukan hanya tentang jamu gratis, tetapi tentang harapan akan kehidupan yang lebih layak bagi semua.
Berita sumpah Ibu Rukanah sampai ke Gus Barra. Ia terharu akan kepercayaan rakyat. Ia mengundang Ibu Rukanah ke rumahnya, sebagai bentuk penghormatan. Kunjungan ini menjadi simbol keakraban pemimpin dan rakyat. Ibu Rukanah, dengan gerobak sederhananya, mewakili kepercayaan masyarakat. Kisahnya menginspirasi, mengingatkan akan pentingnya harapan dan kebersamaan.
Perjuangan Gus Barra selama kampanye, menjelajahi 299 desa dan 5 kelurahan di 18 kecamatan, menunjukkan dedikasi luar biasa. Keberaniannya menantang oligarki menjadi simbol perjuangan rakyat. Ibu Rukanah, dengan sumpahnya, mencerminkan harapan dan keyakinan akan masa depan yang lebih baik.
Euforia di Mojokerto bukan sekadar euforia sesaat. Ini adalah bukti kekuatan harapan dan keyakinan akan era kepemimpinan baru. Suara rakyat telah terdengar, diperkuat oleh semangat pemimpin baru, menjanjikan masa depan yang lebih baik. Perjalanan masih panjang, namun masyarakat Mojokerto siap, berharap Gus Barra dan Dr. Rizal akan mewujudkan janji mereka, membawa Mojokerto ke era kemajuan dan kesejahteraan.
Penulis Dion
Editor Djose