RELAWAN 02 MUBAROK BERNYANYI UNTUK KEMENANGAN
-Baca Juga
Mentari sore mulai meredup, meninggalkan langit jingga di atas lapangan Lebaksono, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto. Suasana kampanye Akbar 02 MUBAROK, yang baru saja berakhir, masih terasa di udara. Sorak-sorai para pendukung, lantunan yel-yel, dan aroma makanan yang tercium di mana-mana, perlahan memudar. Di tengah kerumunan yang mulai mencair, Sudarsono, seorang relawan Purnawirawan Polri, mencari tempat untuk istirahat di salah satu coffe yang menyediakan layanan hiburan dan rekreasi.
AKBP. Purnawirawan Polri, Sudarsono.Sudarsono menarik napas dalam-dalam, merasakan kelelahan setelah seharian berteriak dan membagikan brosur. Ia melirik kawan-kawannya, yang juga relawan Purnawirawan Polri, sebagian masih asyik berbincang, sebagian lagi sibuk merapikan atribut.
"Lagu apa, Mas Dar?" tanya Pak komandan Karsono, salah seorang relawan, mendekat.
"Lagu 'DEWI MURNI', Pak. Keroncong," jawab Sudarsono, sambil tersenyum.
Komandan Karsono mengangguk. "Lagu bagus itu, Mas. Membuat hati tenang."
Sudarsono pun mulai bernyanyi, suara beratnya mengalun lembut, mengiringi melodi keroncong yang mengalun syahdu. Lagu "DEWI MURNI" ciptaan Cak Mus Mulyadi, penyanyi keroncong legend asal Surabaya, menggambarkan sosok perempuan yang lembut, lemah gemulai, dan bijaksana."Perempuan itu harus lembut, Pak. Sebab, dia ibu bagi anak-anaknya," ujar Sudarsono, suaranya sedikit meninggi. "Perempuan juga tiangnya negara. Ketika perempuan sudah tidak bisa menjaga marwahnya sebagai seorang ibu, niscaya, aroma surga pun tidak akan mau melewatinya."
Komandan Karsono mengangguk setuju. "Benar, Mas. Kita butuh pemimpin yang bijaksana, yang bisa menjadi ibu bagi rakyatnya."
Sesaat kemudian, Sudarsono beralih ke lagu "Kerinduan" ciptaan Rhoma Irama. Ia teringat pesan istrinya yang meminta untuk menyanyikan lagu tersebut bersama. "Lagu ini, request dari istri saya, Pak," kata Sudarsono, matanya berbinar. "Untuk mengenang masa-masa indah, dan menjadikan chemistry kembali kuat dalam ikatan rumah tangga."
Komandan Karsono tersenyum. "Wah, romantis sekali, Mas."
Lagu "Kerinduan" mengiringi senja yang semakin meredup. Para relawan Purnawirawan Polri yang masih tersisa, terdiam mendengarkan, seolah larut dalam melodi dan lirik lagu yang penuh makna.
Sudarsono memejamkan mata, menyerahkan dirinya pada alunan musik. Ia merasakan getaran lagu "Kerinduan" menembus hatinya, membangkitkan kenangan masa muda, kehangatan keluarga, dan mimpi-mimpi yang pernah ia raih. Ia teringat perjuangannya selama ini, berkorban untuk negara, dan kini, ia ingin berjuang untuk masa depan Kabupaten Mojokerto.
"Intinya, Pak," ujar Sudarsono, suaranya kembali bersemangat, "kita berharap 02 MUBAROK akan menjadi pemimpin seindah Dewi Kahyangan, pelindung rakyatnya. Dan selalu merindukan akan kemajuan, keadilan, dan kemakmuran untuk Kabupaten Mojokerto Jawa Timur."
"Coblos nomor 2, Coblos Nomor 2! Mubarok menang menang! Gus Barra Bupati, Dokter Rizal Wakil Bupati! Mojokerto ganti Bupati! Mojokerto ganti Bupati!" teriak Sudarsono, suaranya bergema di lapangan yang semakin sepi.
Para relawan Purnawirawan Polri yang masih tersisa, menanggapi dengan semangat. Mereka bertepuk tangan, mengangguk setuju, dan meneriakkan yel-yel dukungan untuk pasangan calon 02 MUBAROK.
Di tengah kelelahan dan kepenatan setelah seharian berjuang, Sudarsono dan kawan-kawannya menemukan ketenangan dan kekuatan dalam musik. Lagu-lagu yang mereka nyanyikan bukan hanya hiburan, tetapi juga refleksi dari harapan dan cita-cita mereka untuk Kabupaten Mojokerto. Mereka ingin pemimpin yang bijaksana, yang bisa menjadi ibu bagi rakyatnya, dan membawa kemajuan bagi daerahnya.
Senja semakin meredup, menyertai harapan para relawan Purnawirawan Polri yang tertuang dalam lagu dan yel-yel. Mereka berharap, pasangan calon 02 MUBAROK akan membawa perubahan yang lebih baik bagi Kabupaten Mojokerto Jawa Timur.
Sudarsono membuka mata, menatap langit jingga yang semakin memudar. Ia tersenyum, merasakan getaran harapan yang terukir di hatinya. Ia yakin, lagu-lagu yang dinyanyikannya, akan terus bergema di hati para relawan, dan menjadi kekuatan untuk meraih kemenangan. Namun, di balik semangatnya, terbersit sebuah pertanyaan: Apakah perjuangan mereka akan membuahkan hasil? Apakah Kabupaten Mojokerto akan merasakan perubahan yang mereka harapkan? Sudarsono menarik napas dalam-dalam, menatap langit senja yang semakin gelap, mencari jawaban di balik kerlip bintang yang mulai bermunculan.
Di kejauhan, sebuah burung hantu terbang melintas, menghilang di balik pepohonan. Sudarsono teringat mitos tentang burung hantu yang melambangkan kebijaksanaan dan ketajaman penglihatan. Ia berharap, burung hantu itu membawa pesan harapan, bahwa perubahan yang mereka perjuangkan akan datang, dan Kabupaten Mojokerto akan menjadi lebih baik.
Penulis DION
Editor DJOSE