DPN PPDI Usulkan Revisi Aturan Kesejahteraan Perangkat Desa: Meningkatkan Kesejahteraan dan Memperkuat Aset Desa
-Baca Juga
Pengakuan Tanah Kas Desa: Usulan ini mendorong pengakuan tanah kas desa sebagai aset desa yang dikuasai pemerintah desa dan berfungsi sebagai sumber Pendapatan Asli Desa (PAD).
DPN PPDI mengusulkan agar penghasilan tetap bagi kepala desa dan perangkat desa diberikan melalui APBN, termasuk tunjangan lain yang ditetapkan setiap bulan.
Penghasilan Tetap Berdasarkan Masa Kerja: Usulan revisi Pasal 81 B mengatur penghasilan tetap bagi kepala desa, sekretaris, dan perangkat desa lainnya sesuai masa kerja, merujuk pada besaran gaji Pegawai Negeri Sipil golongan IIA.
Tunjangan Tambahan: Pasal 82 diusulkan untuk direvisi agar kepala desa dan perangkat desa mendapatkan tunjangan keluarga, kinerja, geografis, pemanfaatan tanah desa, serta tunjangan afirmasi bagi desa tanpa pengelolaan tanah.
Revisi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi perangkat desa, antara lain:
Penghasilan tetap yang lebih memadai dan tunjangan tambahan dapat meningkatkan motivasi dan dedikasi perangkat desa dalam menjalankan tugasnya.
Pengakuan tanah kas desa sebagai aset desa dapat memperkuat pengelolaan dan pemanfaatan aset desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Revisi ini diharapkan dapat menciptakan sistem penggajian yang lebih adil dan setara bagi perangkat desa di seluruh Indonesia.
Usulan revisi ini menunjukkan komitmen DPN PPDI dalam memperjuangkan kesejahteraan perangkat desa dan mendorong pengelolaan desa yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Usulan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 43 yang diajukan DPN PPDI bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan perangkat desa, dan salah satu poin pentingnya adalah pengakuan tanah kas desa sebagai aset desa yang dikuasai pemerintah desa. Ini merupakan langkah penting untuk memperkuat pengelolaan dan pemanfaatan aset desa, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan desa dan kesejahteraan masyarakat.
Saat ini, status tanah kas desa masih menjadi perdebatan. Beberapa pihak berpendapat bahwa tanah kas desa merupakan aset desa yang dikelola oleh pemerintah desa, sementara yang lain berpendapat bahwa tanah kas desa merupakan aset negara yang dikelola oleh pemerintah desa.
Usulan revisi ini mendorong pengakuan tanah kas desa sebagai aset desa yang dikuasai pemerintah desa, sehingga pemerintah desa memiliki kewenangan penuh dalam mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut.
Pemanfaatan tanah kas desa dapat menjadi sumber pendapatan desa yang signifikan. Pendapatan ini dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa.
Tanah kas desa memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, seperti; Tanah kas desa dapat disewakan atau dikerjasamakan untuk menghasilkan pendapatan bagi desa.
Tanah kas desa dapat digunakan untuk membangun infrastruktur desa, seperti pasar, tempat usaha, dan fasilitas umum lainnya, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi desa.
Tanah kas desa dapat digunakan untuk membangun ruang terbuka hijau, hutan desa, dan taman desa, yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup di desa.
Pengakuan tanah kas desa sebagai aset desa dapat meningkatkan pendapatan desa, karena pemerintah desa memiliki kewenangan penuh dalam mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut.
Pengakuan tanah kas desa sebagai aset desa dapat memperkuat pengelolaan aset desa secara keseluruhan.
Peningkatan pendapatan desa dan pengelolaan aset desa yang lebih baik dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Meskipun usulan ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan perangkat desa dan pengelolaan desa.
Status hukum tanah kas desa masih menjadi perdebatan, sehingga perlu ada kejelasan hukum yang mengatur status dan pengelolaan tanah kas desa.
Pemanfaatan tanah kas desa harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, agar tidak terjadi penyalahgunaan dan korupsi.
Masyarakat desa harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan tanah kas desa.
Pengakuan tanah kas desa sebagai aset desa yang dikuasai pemerintah desa merupakan langkah penting untuk meningkatkan kesejahteraan perangkat desa dan memperkuat pengelolaan aset desa. Namun, perlu ada kejelasan hukum, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan tanah kas desa agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat desa.
Selain "Pengakuan Tanah Kas Desa", DPN PPDI juga mengajukan beberapa usulan lain dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 43.
DPN PPDI mengusulkan agar pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dilakukan oleh Bupati, bukan lagi oleh Kepala Desa. Hal ini bertujuan untuk menghindari potensi konflik dan ketidakadilan dalam proses pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
DPN PPDI juga mengusulkan beberapa jenis tunjangan untuk perangkat desa, seperti tunjangan anak dan istri/suami, tunjangan jabatan dan kinerja, dan tunjangan tanah bengkok tetap sebagai tunjangan hak asal usul desa.
DPN PPDI mendorong agar perangkat desa mendapatkan perlindungan BPJS Ketenagakerjaan, yang meliputi jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan.
DPN PPDI juga menginginkan agar status kepegawaian perangkat desa lebih jelas dan diakui secara hukum. Usulan ini dikaitkan dengan pemberian Nomor Induk Pemerintah Desa (NIPD) untuk perangkat desa.
Sistem Pengangkatan dan Pemberhentian: DPN PPDI mengusulkan agar sistem pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dikembalikan seperti UU No 5 Tahun 1979, di mana Kepala Desa mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian, kemudian Camat atas nama Bupati yang menerbitkan Surat Keputusan pengangkatan atau pemberhentian.
Usulan-usulan ini menunjukkan bahwa DPN PPDI fokus pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan status perangkat desa, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih profesional dan adil di pemerintahan desa.
Sistem pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa berdasarkan UU No. 5 Tahun 1979 menekankan peran Kepala Desa sebagai pengusul dan Camat sebagai pihak yang menerbitkan Surat Keputusan (SK) atas nama Bupati. Berikut penjelasan detailnya:
Pengangkatan Perangkat Desa: Kepala Desa memiliki kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan perangkat desa. Calon perangkat desa harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan, seperti: Warga negara Indonesia, Berdomisili di desa tersebut. Memiliki pendidikan minimal Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berusia minimal 18 tahun dan maksimal 60 tahun. Sehat jasmani dan rohani. Tidak pernah dihukum penjara. Tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Proses seleksi calon perangkat desa dilakukan oleh Kepala Desa, dengan melibatkan unsur masyarakat desa. Setelah melalui proses seleksi, Kepala Desa mengajukan usulan pengangkatan calon perangkat desa kepada Camat. SK Pengangkatan: Camat, atas nama Bupati, menerbitkan SK pengangkatan perangkat desa. Pemberhentian Perangkat Desa: Alasan Pemberhentian: Perangkat desa dapat diberhentikan karena beberapa alasan, seperti: Meninggal dunia. Mengundurkan diri. Mencapai usia pensiun (64 tahun berdasarkan UU No. 5 Tahun 1979). Diberhentikan karena melanggar peraturan atau melakukan tindakan yang merugikan desa
Proses Pemberhentian: Kepala Desa mengajukan usulan pemberhentian perangkat desa kepada Camat. Camat, atas nama Bupati, menerbitkan SK pemberhentian perangkat desa.
Peran Camat: Camat berperan sebagai pengawas dan pembina pemerintahan desa, termasuk dalam hal pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
Camat memiliki kewenangan untuk menolak usulan Kepala Desa jika dianggap tidak memenuhi persyaratan atau melanggar peraturan.
Perbedaan dengan UU No. 6 Tahun 2014:bUU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan kewenangan kepada Kepala Desa untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa secara langsung, tanpa melalui Camat.
Namun, UU No. 6 Tahun 2014 juga mengatur bahwa pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Sistem pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa berdasarkan UU No. 5 Tahun 1979 menekankan peran Kepala Desa sebagai pengusul dan Camat sebagai pihak yang menerbitkan SK atas nama Bupati. Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa dilakukan secara transparan dan akuntabel. Meskipun UU No. 6 Tahun 2014 telah mengubah sistem ini, UU No. 5 Tahun 1979 masih relevan untuk dipahami dalam konteks sejarah dan perkembangan sistem pemerintahan desa di Indonesia.
Penulis DION
Editor DJOSE