ORMAS ALIANSI ANTI KOMUNISME TOLAK RUU CIPTA KERJA DENGAN DIALOGIS
-Baca Juga
Aksi penolakan RUU Cipta Kerja masih berlanjut hingga saat ini. Di Mojokerto Jawa Timur, ormas Front Pembela Islam (FPI) juga melakukan hal serupa. Namun hari ini, FPI tidak turun jalan. Mereka lebih mengedepankan dialogis dengan anggota dewan Kota dan Kabupaten Mojokerto di gedung DPRD Kota Mojokerto. Selasa 13 Oktober 2020.
Dialogis berlangsung satu jam dengan dihadiri ketua DPRD Kota Mojokerto Jawa Timur, Sunarto, Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto, Ainy Zuhro juga ikut mendampingi. Tampak, Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto Agus Wahyudi Utomo dan Mulyadi. AKBP. Dedi Suhardi Kapolres Mojokerto Kota dan AKBP. Dony Alexander tidak ketinggalan dalam mendampingi para peserta dialogis penolakan RUU Cipta Kerja itu.
Sementara ormas yang melakukan penolakan RUU Cipta Kerja tergabung dalam unsur organisasi Aliansi Anti Komunis (ANAK), NKRI ini terdiri FPI, JAS, PPRI, KOKAM Muhammadiyah, Gubuk Jati Wuni, PA 212.
Mereka datang ke kantor DPRD dengan mengendarai 4 mobil pribadi dan puluhan sepeda motor.
Dalam pernyataan sikapnya, Aliansi Anti Komunis tersebut menyebut ada 13 item tuntutan penolakan RUU Cipta Kerja, antara lain:
Pembahasan RUU Cipta Kerja tidak transparan dan terlalu terburu-buru tidak sesuai amanat hukum tentang pembentukan UU.
RUU Cipta Kerja bertentangan dengan asas hukum.
RUU Cipta Kerja berpotensi penyalahgunaan kewenangan kekuasaan oleh eksekutif karena RUU Cipta Kerja banyak mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kedalaman kewenangan eksekutif.
RUU Cipta Kerja dapat merusak tatanan sistem hukum Indonesia.
Dalam RUU Cipta Kerja terjadi kemunduran jaminan perlindungan dalam hak-hak buruh.
RUU Cipta Kerja melonggarkan proses pembuatan amdal, sehingga berpotensi terjadinya kerusakan lingkungan.
RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan luas kepada pemerintah atasnama kepentingan strategis nasional dalam urusan tata ruang yang dapat membahayakan kepentingan lingkungan hidup.
RUU Cipta Kerja berpotensi memicu luasnya penggusuran paksa atas nama pembangunan dan pengadaan tanah demi kepentingan umum, dengan memperluas kategori kepentingan umum.
RUU Cipta Kerja mempermudah dalam penguasaan korporasi, salah satunya dengan menghapus kewajiban pembangunan kebun plasma minimal 20 persen dari luas total HGU. Memperluas jurang ketimpangan penguasaan lahan antara masyarakat dengan korporasi.
RUU Cipta Kerja juga diskriminatif, lebih pro terhadap korporasi, dengan melonggarkan dari beberapa aturan pidana dari sangsi pidana penjara menjadi sekedar pidana sangsi administrasi denda.
RUU Cipta Kerja melemahkan kewenangan MUI dalam proses pengawasan kehalalan suatu produk, serta melonggarkan persyaratan mendapatkan fatwa halal.
RUU Cipta Kerja merubah orientasi lembaga pendidikan dari yang bersifat sosial nirlaba menjadi berorientasi bisnis dengan persyaratan ijin usaha.
RUU Cipta Kerja melegetimasi bagi usaha liberalisasi dan privatisasi sektor ketenaga listrikan, yang seharusnya dikuasai oleh negara karena merupakan cabang produksi penting negara dan menguasai hajat hidup orang banyak,sesuai pasal 3 ayat (2) UUD 1945.
Dalam dialogis Aliansi Anti Komunis, menuntut anggota dewan juga memberikan pernyataan sikapnya sebagai wakil rakyat. Sementara Ketua DPRD Kota Mojokerto, Sunarto menyatakan aspirasi Aliansi Anti Komunis yang melakukan penolakan RUU Cipta Kerja akan segera ditindaklanjuti dengan mengirimkan aspirasinya kepada DPR RI dengan mengirimkan via pos. ( Mj-2)