OKNUM PELAKU PENJARAH BENDA CAGAR BUDAYA INTIMIDASI
-Baca Juga
WARGA DITODONG PISTOL
Foto yang diunggah di Facebook yang memperlihatkan sekelompok orang mengambil batu bata dari situs bangunan yang diduga peninggalan Majapahit.
News
and Talk.Com - Sebuah
situs bersejarah berupa struktur batubata yang diduga peninggalan Kerajaan
Majapahit di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dilaporkan mengalami kerusakan
akibat dijarah sekelompok orang.
Balai Pelestarian
Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, yang telah menurunkan timnya ke lokasi
kejadian, Sabtu (08/04) siang, membenarkan adanya pengrusakan situs cagar
budaya tersebut dan tengah menelusuri kejadian tersebut.
"Saat ini saya
berada di lokasi kejadian. Kami sedang melakukan pendataan dulu, dan kami akan
mengajak Polsek Trowulan untuk ikut melihat kondisinya, dan kita akan
menelusuri (siapa yang menjarahnya)," kata Kepala BPCB Jawa Timur, Andi
Said kepada wartawan.
Seorang warga Kota
Mojokerto, Deni Indianto, Sabtu (08/04), mengunggah sebuah foto di laman
Facebooknya yang memperlihatkan sejumlah orang menjarah potongan batubata dari
struktur bangunan bersejarah di Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten
Mojokerto.
Pada 2012, pembangunan
Pusat Informasi Majapahit (PIM) di situs Trowulan ditolak oleh sejumlah
arkeolog, termasuk arkeolog senior Mundardjito, karena dianggap merusak situs
Trowulan. Proyek ini akhirnya dihentikan.
Dalam foto itu,
terlihat pula sebuah truk yang menampung potongan-potongan batu bata yang
diduga bagian dari struktur batubata bersejarah tersebut.
Unggahan foto ini
menimbulkan reaksi kemarahan masyarakat setelah disebarkan oleh ahli arkeologi
dari Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, melalui laman Facebooknya, Sabtu
pagi.
Sebagian di antara
mereka kemudian meminta otoritas terkait, seperti polisi setempat, pemerintah
kota setempat serta Balai Cagar Budaya Jawa Timur dan Mojokerto untuk segera
bertindak cepat.
'DIANCAM DENGAN PISTOL'
Deni Indianto, yang
mengunggah pertama kali foto tersebut ke Facebook, mengaku peristiwa itu diabadikan
oleh temannya sekitar sepekan lalu di sebuah lokasi yang kaya situs bersejarah
di Desa Kemitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.
"Teman saya itu
takut untuk mengupload sendiri (ke Facebook). Karena, selama ini ada yang
mengaku diintimidasi (kalau ada yang melaporkan). Kita hanya bisa share
(membagi ke Facebook) untuk diperhatikan," ungkap Deni yang juga anggota
komunitas peduli situs peninggalan Mojopahit.
Dia kemudian
menceritakan pengalaman anggota komunitasnya yang pernah "diancam"
oleh orang-orang yang disebutnya menjarah atau merusak situs bersejarah
peninggalan Kerajaan Majapahit.
Saat itu, sambungnya,
mereka hendak memotret aktivitas penjarahan situs Majapahait di lokasi lainnya.
"Yang datang kemudian preman, (lalu) mengintimidasi, tidak boleh memfoto
(di lokasi penjarahan). Kadang sampai ditodong pistol," ungkap pria
kelahiran 1979 ini.
Deni mengaku
berulangkali mendatangi situs bersejarah tersebut yang letaknya kira-kira 100
meter dari salah-satu situs penting peninggalan Majapahit, yaitu Candi Tikus.
"Kebetulan rumah saya tidak jauh dari lokasi itu," ungkap Deni yang
sehari-hari bekerja sebagai pemahat.
Sumur Jobong 9 |
BPCB Jatim: Sebagian
besar sudah hilang
Dari temuan sementara,
menurut Kepala BPCB Jawa Timur, Andi Said, sebagian besar struktur batu bata
kuno itu sudah hilang. "Masih ada yang tersisa (struktur batu bata) di
dalam tanah, tapi sebagian besar sudah hilang, sudah diangkut," ungkapnya.
Dia membenarkan bahwa
dari temuan batu bata yang tersisa, ukurannya sama dengan batu bata peninggalan
Majapahit. "Ukurannya besar. Kami juga temukan batu yang berelief,"
ungkapnya.
Menurutnya, kasus
pengrusakan situs-situs bersejarah yang diduga peninggalan Majapahit selama ini
sudah sering terjadi. "Hampir setiap minggu, ada laporan seperti
ini."
Andi Said tidak
meyakini bahwa pengrusakan situs ini dilakukan pada Jumat (07/04). Hal ini
didasarkan keterangan warga yang tinggal tidak jauh dari lokasi kejadian.
Andi Said Kepala BPCB |
Kepala BPCG Jawa
Timur, Andi Said (kanan) mengatakan sebagian besar struktur batu bata kuno di
Desa Tumikir sudah hilang. "Masih ada yang tersisa (struktur batu bata) di
dalam tanah, tapi sebagian besar sudah hilang, sudah diangkut," ungkapnya.
"Masyarakat di
sekitar sini menceritakan kejadiannya sudah tiga pekan lalu," kata Andi.
Masyarakat yang dimaksud adalah para pembuat bata yang bekerja tidak jauh dari lokasi
kejadian.
Lagipula,
"sisa-sisa bekas jalan sudah kering semua, tidak mungkin kemarin
terjadi."
Warga setempat,
lanjutnya, tidak mengetahui persis mau dibawah kemana batu bata hasil jarahan
itu. "Mau dijual, tetapi mereka tidak tahu mau dibawah kemana batu bata
itu."
Bagaimanapun, Andi
Said mengatakan seharusnya struktur batu bata di Desa Kumikir itu harus
dilindungi, walaupun belum diketahui secara persis fungsi dari struktur batu
bata tersebut. "Karena ini masuk cagar budaya."
Dia mengatakan bahwa pihaknya
dan jajaran di bawahnya sudah memberikan sosialiasi bahwa kawasan yang letaknya
tidak jauh dari Candi Tikus ini merupakan kawasan cagar budaya yang tidak boleh
diganggu.
Dwi Cahyono Arkeolog UNM |
Arkeolog: Bentuk unit
reaksi cepat!
Dihubungi secara
terpisah, ahli arkeologi dari Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono
mengatakan, terungkapnya kasus pengrusakan salah-satu situs bersejarah di
kawasan Trowulan dan sekitarnya merupakan sesuatu yang ironis.
"Tentu pihak dan
otoritas setempat sangat tahu (situs bersejarah). Masak gajah di pelupuk mata, tak
tampak," kata Dwi Cahyono, mengutip sebuah peribahasa.
Dia kemudian mendesak
agar semua pihak terkait, mulai kepolisian, pemerintah kota Mojokerto dan BPCB
setempat untuk bertindak cepat.
Arkeolog dari
Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono mengatakan, terungkapnya kasus
pengrusakan salah-satu situs bersejarah di kawasan Trowulan dan sekitarnya
merupakan seuatu yang ironis.
"Untuk menangani
(secara cepat) yang darurat semacam ini, harus cepat. Tapi tindakannya sangat
terlambat," kata Dwi Cahyono.
Dwi meminta semua
pihak terkait untuk tidak saling menunggu ketika muncul kasus-kasus pengrusakan
situs bersejarah. "Jangan terjebak pada prosedur administratif yang
membelenggu untuk bergerak," katanya lagi.
Memperhatikan foto
yang beredar tersebut, Dwi Cahyono meyakini bahwa yang "dijarah"
adalah batu bata bersejarah dari struktur yang ada dan bukan pasir atau tanah
di sekelilingnya.
Kenyataan inilah yang
sangat disayangkan oleh Dwi Cahyono. "Struktur (batubata) itu masih
memungkinan bisa dikejar, apakah (struktur) itu bagian dari waduk kuno Kumitir.
Struktur itu dapat memberikan petunjuk," paparnya.
Dia juga memastikan
struktur batu bata itu adalah bagian dari situs kerajaan Majapahit. Dia menduga
reruntuhan itu berusia lebih dari 500 tahun. "Sehingga temuan di Kumitir
itu bagian dari area bagian dalam kesatuan Majapahit," ungkapnya.
Kasus pengrusakan
situs bersejarah peninggalan Majapahit ini bukanlah yang pertama, kata Dwi
Cahyono.
"Karena itulah saya
mengusulkan semacam URC, unit reaksi cepat dari BPCG. Sehingga kalau ada yang
darurat-darurat semacam ini, bisa bergerak cepat," katanya.